Jakarta, KNS-Menjelang tahun politik, penyebaran berita hoaks semakin marak terjadi. Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Anita Wahid mengatakan pihaknya mencatat selama periode Juli-September 2018 terdapat 230 hoaks.
Dari 230 hoaks tersebut, 135 diantaranya merupakan hoaks dengan konten politik. Anita mengatakan sepanjang September terdapat 52 hoaks politik dengan 36 hoaks yang menyerang pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dan pemerintah. Sedangkan 16 hoaks lainnya menyerang kubu Prabowo-Sandiaga Uno.
“Periode Juli hingga September, kami melihat pada Juli total ada 65 hoaks yang, di antaranya 46 persen hoaks politik. Agustus itu 70 hoaks, 63 persen itu politik. September ada 86 hoaks, 59 persen berupa hoaks politik,” kata Anita di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Selasa, (16/10).
Anita menjelaskan pada tahun politik yakni saat Pilkada DKI Jakarta 2017 terdapat berita hoaks berjumlah 710 hoaks dan pada 2016 ada 330 hoaks yang beredar.
“Luar biasa mengerikan perkembangan hoaks dari tahun 2015 hingga enam bulan terakhir 61 hoaks. 2016 ada peningkatan besar, ada 330 hoaks per tahun. Kemudian 2017 lebih mencengangkan ada 710 hoaks yang beredar dalam setahun,” ujar Anita.
Anita mengatakan berita hoaks biasa mengalami peningkatan terutama menjelang tahun politik atau mengenai isu SARA. Misalnya, Anita mengatakan tren politik meningkat di saat ada isu Rohingya atau Pilgub DKI Jakarta 2017 hingga dugaan penistaan agama Ahok.
“Tahun 2016 Januari sampai Maret hanya 20 hoaks per bulan, begitu masuk ke November ada kasus Ahok langsung 70 hoaks per bulan. Ada juga isu agama, 2017 Rohingnya bulan sebelumnya hanya 24, pada September langsung 67,” kata Anita.
Dampak Hoaks
Anita mengatakan hoaks ini memecah bangsa, saat ini bangsa terpecah menjadi dua kubu dengan istilah cebong dan kampret. Menurut Anita akibat hoaks tidak ada lagi rasa kepercayaan antara dua kubu.
“Kita tahu empat tahun terakhir hoaks mencerai beraikan kita. Nilai nilai yang bertentangan dengan nilai luhur meluas, kebencian, kekerasan, dan ketidaksukaan. Ada yang turun juga di masyarakat karena rasa percaya satu sama lain. Rasa keterbukaan dan kejujuran menghilang,” kata Anita. (fw/https://www.cnnindonesia.com)