Oleh : Yusliadi Y S.P.
Sebagai satuan terkecil pemerintahan, sudah selayaknya kita tidak ikut ikutan latah memandang kecil arti sebuah desa. Desa adalah wajah asli Indonesia, karena setiap aspek yang ada di desa tidak hanya dapat di lihat secara visual, tetapi juga sangat mudah untuk di catat secara rinci dan bahkan sangat terukur untuk dapat diolah. Tidak seperti halnya negara, dengan luasan yang sangat besar terkadang butuh instrumen statistik untuk menjeneralisir segala masalah dan segala potensi, yang terkadang tingkat akurasinya cenderung subjektif dan politis dari pada mengedepankan sudut pandang objektif dan strategis.

Untuk itu maka, dirasa perlu untuk kita duduk bersama, bagaimana melihat desa secara objektif, memikirkan masa depan dan keberlangsungan desa. Sehingga, dalam rangka mewujudkan desa berperadaban kedepan, harus seiring sejalan dengan meramu proses regenerasi yang berperadaban.

Akademi peradaban desa adalah langkah kongkrit anak bangsa dalam rangka membangun desa, calon calon praja desa masa depan, harus benar benar faham geopolitik desanya, karena kedepan desa desa kita harus memulai langkah berani merestorasi kultur berorganisasi di dalam pemerintahan desa agar outpu-nya adalah desa berperadaban.

Pemuda desa hari ini harus mampu untuk berdiri berani dan di juga diberi ruang untuk lantang mengajukan resolusi jangka panjang bahkan untuk masa 50 atau 100 tahun kedepan sebagai visi besar yang akan di lalui setiap generasi yang diterjemahkan melalui misi misi pada setiap suksesi secara. Sehingga pembangunan desa tidak hanya soal infrastruktur desa, tetapi juga tata aturan desa yang adaptif dan responsif terhadap setiap perkembangan, baik yang munc dari dalam dan luar desanya sekaligus mampu menganalisa seberapa besar pengaruh perubahan itu berdampak positif atau negatif bagi desanya.

Calon praja desa kedepan tidak hanya di tuntut mampu memenangkan suksesi desa tetapi juga mampu menawarkan gagasan kongkrit bagaimana menginventarisir setiap aset sosial yang ada di desa sebagai modal membangun desa.

Desa harus mampu merancang tata ruangnya sendiri secara terintegrasi dan mandiri.
Menginventarisir aset aset wilayah desa dan memploting setiap generasi yang akan mengelola aset aset wilayah tersebut adalah wujud nyata bagaimana kesejahteraan masyarakat desa harusnya di ramu.

Adapun kengerian yang menjadi ancaman yang perlu untuk kita perhatikan bagi desa desa kita ke depan bukan pada soal kuatnya arus infiltrasi sosial, politik dan budaya. Tetapi soal kekuatan masyarakat desa pada zona adaptasi. Karena soal instrumen sosial itu kita tidak sedang menempatkan masyarakat desa sebagai masyarakat tertutup. Tetapi justru dengan adaptasi yang tinggi, masyarakat desa mampu mengimbangi setiap jengkal dinamika peradaban, sehingga setiap aset komunal masyarakat desa maupun aset personal warga desa tetap menjadi poros kesejehteraan bagi segenab warganya.

Dengan adanya poros kesejahteraan itu, kita tidak lagi khawatir akan adanya warga desa yang sempat berfikir untuk menjual tanah rumahnya dan tanah kebunnya demi menyelesaikan persoalan hutang piutang, konflik antar warga desa atau dalam rangka memperturutkan nafsu dalam rangka peningkatan mutu hidup layak.

Dengan memperkuat poros kesejahteraan masyarakat desa, kita  telah turut andil melestarikan desa. Karena kita semua yakin bahwa di desa masih tetap ada surga.

Penulis adalah Calon Anggota Legislatif untuk DPRD Bengkulu Tengah dari  Partai Amanat Nasional Nomor Urut 4, Dapil Kec. Pondok Kelapa dan Kec. Pondok Kubang. Sebelumnya penulisa dikenal sebagai aktifis kampus, sempat menjadi Ketua Umum KAMMI Daerah Bengkulu dan Wakil Presiden Mahasiswa UNIB. 

You may also like

Leave a Comment