Kawalnews.com – Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak Indonesia (KPPAI) menyebut, prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Bengkulu dari tahun 2015 hingga tahun 2019 menduduki peringkat 8 se-Indonesia.
Hal itu penting menjadi catatan bagi para jajaran terkait agar menerapkan regulasi yang ada, karena prevalensi tersebut menurutnya dihitung berdasarkan jumlah masyarakat. Hal itu dimulai dari kasus kematian Yuyun di Rejang Lebong, dan terbaru disusul kasus kematian Wina (20), mahasiswi Universitas Bengkulu asal Ipuh, Mukomuko.
“Memang Bengkulu menjadi catatan dan memprihatinkan sekali, kita berharap agar regulasi perlindungan anak dan perempuan diterapkan. Mulai dari pencegahan, bagaimana upaya memfasilitasi pelatihan para semua lini untuk saling bersama melindungi perlindungan dan anak,” kata Asisten Deputi Perlindungan Perempuan dalam Situasi Darurat dan Kondisi Khusus, Kementerian PPPA Nyimas Aliah, dalam konferensi persnya di Bengkulu Sabtu (14/12/2019).
Aliah juga menyampaikan, di Bengkulu telah ada regulasi yakni peraturan daerah terkait perlindungan perempuan dan anak. Namun dalam penerapannya masih lemah.
Disampaikan Aliah, Menteri KPPA Indonesia I Made Bintang Puspa Yoga juga mengutuk keras terhadap otak pelaku pembunuhan terhadap Wina.
Dirinya berharap agar kebutuhan upaya hukum terhadap keluarga korban dapat terpenuhi. “Kita bersama jajaran Pemerintah terus mengawal kasus ini untuk memberikan dukungan psikologi sosial dan hak hak korban yang termasuk mendapatkan akses keadilan. Agar ada keadilan yang ditegakan di Bengkulu, maka penegak hukum agar cepat menangkap otak pelaku pembunuhan tersebut,” tegasnya.
Tampak hadir juga dalam konferensi pers tersebut Irna Riza Yuliastuty, selaku Ketua Masyarakat Inklusi (MMI), Nyimas Halimah selaku Sekretaris wilayah KPI Bengkulu, Dra Hj Zumratul Aini yang merupakan tokoh masyarakat dan Ainul Mardianti yang bertugas sebagau Kepala UPTD PPA Provinsi Bengkulu.