Kawalnews.com – Gerakan Masyarakat dan Lembaga Menggugat (GMLM) Bengkulu layangkan surat ke Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah terkait relokasi jalan provinsi sepanjang 3 Km lebih akibat aktifitas pertambangan. Jalan yang menghubungkan 14 desa di Bengkulu Utara itu telah berubah menjadi lahan pertambangan batu bara milik PT Injatama.
Agus Purwanto, perwakilan lembaga yang menyurati gubernur mengatakan, jalan itu selama ini merupakan akses masyarakat untuk mencapai ke jalan utama lintas barat. Saat ini masyarakat terpaksa melalui jalur alternatif yang dibuat oleh pihak perusahaan dengan kondisi jalan seadanya.
“Jalan itu merupakan jalan bersejarah, eks peninggalan penjajahan. Tahun 2020 lalu lebih kurang 3 kilo dibabat habis untuk jadi lahan tambang batu bara. Pertanyaannya siapa yang memberikan izin atau rekomendasi ke Injatama untuk memindahkan jalan itu” kata Agus.
Agus yang sempat bertemu dengan pihak manajemen PT Injatama mengatakan, menurut keterangan pihak PT Injatama, relokasi jalan itu sudah mendapat rekomendasi dari gubernur. Hanya saja, saat dimintai bukti pihak perusahaan enggan menunjukan kepada perwakilan masyarakat.
“Kami bersama perwakilan masyarakat sempat bertemu dengan pihak Injatama untuk mempertanyakan perizinan pemindahan jalan itu. Menurut mereka sudah ada rekomendasi dari gubernur tapi saat kami minta bukti, pihak perusahaan mala meminta kami menanyakan langsung ke gubernur” kata Agus.
Kemudian kata dia, jalan merupakan asset daerah yang tentunya memiliki mekanisme sebelum direlokasi atau dialih fungsi untuk kepentingan tertentu. Aset daerah di jalan itu bernilai miliaran rupiah.
“Lantas apa konsekuensi pengahpusan asset itu, apa sudah izin DPRD atau bagaimana, ganti ruginya seperti apa. Jalan itu asset negara yang tidak bisa sembarangan dihilangkan” jelas Agus.
Terlepas pemindahan jalan itu berizin atau tidak Agus menyayangkan tindakan pemindahan jalan yang menurutnya telah merugikan masyarakat. Jalan yang selama ini digunakan untuk kepentingan umum terpaksa dialihkan hanya karena kepentingan pertambangan batu bara.
“Jalan alternative yang dibuat pihak perusahaan sangat memperihatinkan karena berlokasi di bekas galian tambang. Kondisi tanah masih sangat labil karena sebelumnya tidak dilakukan pemadatan secara berkala. Kalau musim hujan timbunan jalan akan jatuh ke sungai ini akan berdampak pendangkalan sungai Ketahun” kata Agus.
Kondisi jalan alternatif yang dibuat pihak perusahaan saat ini sudah mengalami amblas di beberapa titik. Kondisinya sangat membahayakan masyarakat pengguna jalan.
“Jalan yang dibuat nampak hanya untuk kepentingan sesaat, tidak melalui perencanaan yang matang sedangkan jalan itu akan digunakan masyarakat untuk selamanya, jadi pemerintah daerah harus menjelaskan, bagaimana nasib 3 kilo lebih jalan provinsi yang telah dihancurkan pihak perusahaan, bagaimana pertanggungjawabannya” kata Agus
Agus turut menyinggung aktifitas pertambangan milik Injatama yang menurutnya sudah di luar konsesi lahan yang diizinkan. Aktifitas tambang Injatama sebelumnya perisis di dekat bibir suangai Ketahun.
“Jalan alternatif yang saat ini dilalui masyarakat adalah bekas tambang mereka (Injatama) itu berdekatan dengan DAS sungai Ketahun. Kami menduga kuat itu sudah di luar konsesi lahan mereka” kata Agus.
Terakhir kata Agus, lembaga dan perwakilan masyarakat meminta kepada Gubernur Bengkulu untuk membatalkan rekomendasi apabila rekomendasi relokasi jalan provinsi itu telah diterbitkan.“Kalau memang benar rekomendasi itu sudah diterbitkan, mohon kepada bapak gubernur agar dibatalkan atau dicabut. Kalau memang belum ada ada rekomendasi artinya relokasi itu illegal, ” kata Agus
Disisi lain Ketua GMLM Muhammad Japri mengaku telah melakukan berbagai langkah untuk memperingatkan pihak PT.Injatama, Mulai dari mengirim surat ke PT. Injatama dan Gubernur bahkan telah melakukan hearing dengan perwakilan PT.Injatama, namun belum ada tanggapan serius, “oleh karena itu maka dalam waktu dekat, kami bersama masyarakat dan lembaga akan menggelar aksi” pungkas Japri
Sementara Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu saat dikonfirmasi mengatakan, kewenangan pengawasan pertambangan sejak tahun 2020 lalu sudah menjadi tanggungjawab pusat. “Sejak Desember 2020 untuk kegiatan pertama mineral dan batubara menjadi kewenangan pusat Kementrian ESDM cq. Ditjen Minerba untuk di provinsi” jelas Kadis ESDM, Ahyan Endu, Rabu, (11/08/2021).