Oleh : Ikhlasul Fajri, ASN BPS Kabupaten Lebong
Kemiskinan merupakan indikator ekonomi yang selalu menarik untuk diperbincangkan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 persentase penduduk miskin di Indonesia adalah 9,54 persen dan memiliki trend yang cenderung menurun kecuali pada tahun yang mengalami shock ekonomi seperti saat awal wabah Covid-19 pada tahun 2019 dan 2020. Penurunan persentase penduduk miskin merupakan harapan dan cita-cita dari bangsa Indonesia, karena tingkat kemiskinan yang tinggi dapat menjadi penghambat pertumbuhan PDRB dan menghambat peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Selain itu, memperhatikan penduduk miskin merupakan bentuk kemanusiaan dan kesejahteraan sosial yang menjadi nilai dasar bangsa Indonesia.
Keadaan penduduk miskin Indonesia semakin membutuhkan perhatian ketika terjadi guncangan ekonomi seperti saat awal wabah Covid-19, kenaikan harga BBM, dan guncangan ekonomi lain yang mungkin akan kita hadapi dimasa yang akan datang, seperti prediksi resesi 2023 yang terjadi akibat perlemahan ekonomi global tahun 2023. Salah satu bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap penduduk miskin adalah dengan cara memberikan dan memperkuat jaring pengaman sosial atau yang sering di generalisir dengan sebutan bantuan sosial (Bansos).
Menurut UU Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial, bantuan sosial merupakan bantuan berupa uang, barang, atau jasa kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial. Harapannya dengan diberikannya bantuan sosial, setiap masyarakat yang kurang mampu dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya, baik itu berupa makan minum, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan lainnya. Dengan kata lain, pemberian bansos diharapkan mampu menyetarakan taraf pendidikan dan kesehatan antara penduduk miskin dan tidak miskin, sehingga mereka memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri dan keluar dari jurang kemiskinan.
Namun, pemberian bansos hanya dapat menjadi efektif jika memenuhi dua syarat, yaitu bansos yang diberikan tepat sasaran dan kesadaran dari masyarakat untuk keluar dari jurang kemiskinan. Disisi lain, bansos dapat menjadi boomerang jika tidak disertai dengan kesadaran masyarakat atau bansos diterima oleh masyarakat yang seharusnya tidak menerima bansos. Para pakar ekonomi menyatakan bahwa bansos yang salah sasaran dapat menghasilkan generasi muda yang malas, terus mengharapkan bantuan, dan bermental miskin di tahun yang akan datang. Selain itu, bansos yang tidak tepat sasaran juga tidak berpengaruh signifikan dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia. Pernyataan tersebut semakin dirasa nyata setelah banyak berita dan keluhan masyarakat yang menyatakan bahwa saat ini banyak bansos yang salah sasaran.
BPS mencatat pada tahun 2022 adalah sebanyak 26,16 juta jiwa, yang berarti merekalah yang seharusnya menjadi prioritas utama penerima bansos, bukan orang lain. Untuk mencegah salah sasaran bansos dan dampak negatif bansos, pemerintah sedang memperbaharui data perlindungan sosial melalui kegiatan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek). Program ini mencatat kondisi sosial ekonomi masyarakat. Selain itu, kegiatan ini juga mencantumkan koordinat dimana lokasi tinggal seluruh masyarakat Indonesia. Sehingga harapannya tidak terjadi lagi kesalahan dalam pemberian perlindungan sosial. Suksesnya kegiatan regsosek, tidak ditentukan oleh petugas BPS saja melainkan ditentukan juga oleh masyarakat umum. Untuk itu diharapkan masyarakat umum membantu menyukseskan kegiatan regsosek dengan cara menerima kedatangan petugas regsosek dan memberikan jawaban yang jujur dan benar.