Oleh : Iwan Syaputra , ASN BPS Kabupaten Lebong
Jika ditanya mengenai infrastruktur, hal apa yang pertama kamu pikirkan? Bangunan?, gedung?, atau jembatan? jika kita bertanya kepada orang yang konsen atau berprofesi pada aktivitas tertentu tentu saja infrastruktur yang mereka pikirkan adalah infrastruktur yang berkaitan dengan profesi mereka, jika kita bertanya kepada orang yang berprofesi pada aktivitas kesehatan (dokter atau bidan) maka yang terlintas tentu saja rumah sakit atau puskesmas dengan semua perlengkapannya, begitu juga jika ditanyakan kepada guru atau dosen, biasanya yang pertama dipikirkan adalah infrastruktur pendidikan seperti sekolah dan perpustakaan modern. Namun, apa jadinya jika suatu negeri memiliki semua infrastruktur tersebut dengan kualitas yang bagus dan mewah, tetapi tidak ada jalan penghubung? Ya semua infrastruktur tersebut tentu tidak dapat memberikan dampak yang maksimal bahkan bisa dibilang kurang berguna. Infrastruktur penghubung inilah yang terkadang dilupakan masyarakat, infrastruktur yang dinamakan dengan jalan.
Jalan disebut juga sebagai infrastruktur konektivitas karena fungsinya sebagai penyambung mobilitas atau mengkoneksikan antar daerah bahkan mengkoneksikan antar negara. Jalan memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan kita. Secara langsung jalan memberikan kemudahan untuk mengakses infrastruktur lainnya, seperti mempermudah kita pergi ke kantor, sekolah, rumah sakit, dan lain sebagainya. Secara tidak langsung jalan mempengaruhi harga kebutuhan sehari-hari kita, sebagai contoh jika lemari hanya di produksi di Kota Bengkulu, maka harga di Kota Bengkulu tentu akan lebih murah dibandingkan harga di Bengkulu Utara atau di kabupaten lain, karena harga lemari tersebut sudah ditambahkan biaya distribusi (transportasi) barang, begitupun ketika lemari tersebut sampai di Kabupaten yang lebih jauh lagi seperti muko-muko, maka harga lemari tersebut akan lebih mahal lagi. Selain jarak, hal yang menjadi penentu harga adalah kualitas jalan, semakin baik kualitas jalan, semakin mudah kita mengakses suatu lokasi, tentu biaya dan waktu yang dibutuhkan akan semakin sedikit dan membuat biaya angkut akan semakin murah juga. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan fungsi semua infrastruktur dan mempermudah kehidupan kita, semua harus ada “jalan”nya.
Dari penjelasan diatas kita tahu bahwa jalan sangat bermanfaat untuk kehidupan kita. Namun jika kita melihat data panjang jalan dan kondisi jalan di Bengkulu, dari data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang bersumber dari Satker P2JN Provinsi Bengkulu dan Dinas PUPR Provinsi Bengkulu, maka kita dapat melihat dalam tiga tahun terakhir, panjang jalan (menurut tingkat Kewenangan Negara, Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Provinsi Bengkulu tidak mengalami penambahan signifikan, pada tahun 2019 dengan panjang jalan 9.055 km, 2021 dengan panjang jalan 7.934 km (berkurang karena pada tahun 2020 ada di satu kabupaten belum bisa menyediakan data panjang jalan), dan pada tahun 2021 dengan panjang jalan 9.193 km, dimana jika dikelompokkan menurut kewenangan pemerintahan, yang merupakan Jalan Negara sepanjang 793 km, Jalan Provinsi sepanjang 1.563 km dan sepanjang 6.837 km merupakan Jalan Kabupaten/Kota. Fakta menariknya bertambahnya panjang jalan tidak serta merta diiringi dengan peningkatan kondisi jalan dengan kondisi baik. Pada tahun 2021 jalan dengan kondisi baik di Provinsi Bengkulu hanya berkisar 4.000 km atau hanya 43,5 persennya saja. Sejatinya semakin kesini, kondisi jalan harusnya semakin baik, seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kebutuhan akses masyarakat.
Dilansir dari situs dinas PUPR, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab kerusakan jalan, diantaranya adalah: (1) Overtonase (kelebihan beban tonase) kendaraan, (2) air tergenang di jalan, (3) Tidak dilakukan perawatan jalan secara berkala, (4) bencana alam, (5) Pengaspalan yang tidak baik, dan beberapa faktor lainnya. Sebagai masyarakat sipil, kita tentu tidak dapat menentukan kualitas aspal yang baik, menolak bencana alam, dan mengawasi pengaspalan terus menerus. Namun sebagai rakyat sipil kita dapat mencegah kerusakan jalan dengan mencegah terjadinya kerusakan jalan yang disebabkan oleh tiga faktor pertama diatas dengan cara menumbuhkan kesadaran akan partisipasi dalam menjaga kualitas jalan. Sayangnya, kesadaran masyarakat kita untuk menjaga fasilitas yang sudah ada saat ini dinilai sangat rendah, tidak terkecuali kesadaran untuk merawat jalan. Jika selama ini pembaca masih sering melihat truk dengan muatan yang berlebih dari seharusnya (terkhusus truk pengangkut kelapa sawit dan batu bara), masih banyak masyarakat yang membuang sampah atau bekas minumnya sembarangan di jalan yang menyebabkan saluran air tersumbat dan akhirnya menggenangi jalan, dan masih banyak yang melihat rumput yang tumbuh tepat dipinggir aspal atau bahkan sudah masuk ke badan jalan. Semua hal tersebut memperkuat bahwa kesadaran masyarakat yang kurang menjaga jalan adalah benar. Oleh karena itu, selain perhatian dan peran dari pemerintah, mulai dari sekarang ada baiknya kita sebagai masyarakat tidak hanya sebagai pengguna jalan, tetapi membantu merawat jalan sebisa yang kita mampu.