Bengkulu – Pemilu serentak akan digelar pada tahun 2024 nanti, yakni pemilu legislatif, pemilu presiden dan wakil presiden, serta pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah. Seperti biasa, pesta demokrasi lima tahunan tersebut akan diwarnai berbagai dinamika yang mempengaruhi kehidupan berbangsa, dimulai dari kehidupan bertetangga, berkeyakinan, bahkan beragama.
Masing-masing aktor politik baik secara kelembagaan dan individu, akan memainkan narasinya untuk mencapai tujuan, yakni kemenangan. Mereka akan memanfaatkan tidak hanya saluran-saluran informasi, tapi juga merekrut individu-individu, untuk terlibat dalam politik praktis kekuasaan.
Sebagaimana ungkapan KPU, pemilu adalah konflik yang dilegalkan. Konflik yang diatur dan dilindungi oleh undang-undang. Namun, konflik tersebut tidak semuanya bernilai produktif dan menuju cita-cita kesatuan dan persatuan bangsa, malah sebagian justru mengancam.
Belajar dari pengalaman yang sudah, maka Pemilu 2024 ini, harus benar-benar dijadikan sarana untuk berdemokrasi yang sehat dengan bertarungnya gagasan membangun yang dinarasikan sebaik mungkin. Dijauhkan dari sentimen-sentimen kesukuan, kedaerahan dan agama.
“Ruang publik harus diisi dengan narasi-narasi yang positif, yang menjadi penyemangat bersama untuk membangun bangsa ini. Pemilu 2024 adalah momentum berbenah bagi semua pelaku politik dan objek politik untuk berdewasa menghadapinya. Kalah menang mari diraih dengan cara yang elegan dan beradab. Berdebat diruang publik untuk mencerdaskan, bukan untuk saling mengkambinghitamkan. Semua memiliki peran sesuai dengan profesinya masing-masing. Setiap warga negara, memiliki kedudukan hukum yang sama untuk bersuara, namun harus diingat, semua ada aturan mainnya. Mari kita ciptakan narasi positif diruang publik, agar Pemilu 2024 menghasilkan produk yang positif juga,” ajak Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bengkulu Wibowo Susilo.
Wibowo juga mengajak setiap warga negara, untuk bijak menggunakan media sosialnya dengan tidak menyebarluaskan konten-konten yang bernuansa provokatif, memecah belah dan berpotensi menimbulkan konflik sosial. Begitu juga dengan pelaku media massa, khususnya media siber (Daring), Wibowo mengajak untuk menghasilkan konten yang sesuai dengan kaidah jurnalistik dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers terkait Pemilu.