Bengkulu – Seorang ulama sekaligus tokoh muda Nahdlatul Ulama yang cukup populer, KH. Baha’udin Nursalim (Gus Baha) seorang pendakwah yang humanis dan memiliki ketinggian nilai agamis, pernah mengemukakan pendapatnya tentang politik yang secara khusus disampaikannya untuk umat Islam dan seluruh kepentingan yang meliputinya. Beliau berkata, “Jangan pernah kapok untuk berpolitik. Apabila umat Islam tidak mau terlibat dan terjun ke dunia politik, memangnya kepentingan umat Islam akan disalurkan lewat apa..? Beliau mencontohkan bahwa, seribu fatwa ulama tentang prostitusi, masih kalah dengan satu tanda tangan penguasa tentang penutupan lokalisasi dan larangan prostitusi”, demikian dikutip oleh Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu Dempo Xler, Minggu (21/5/2023).
Lanjut Dempo, pemimpin dan penguasa itu, lahir dari proses politik yang terus menerus terjadi. Karenanya, seluruh umat -tidak hanya Islam- harus turun gunung memasuki arena politik sebagai orang yang mewakili kepentingan umatnya.
“Jika hanya menjadi tukang memperhatikan saja dan jika dengan banyaknya orang baik tidak ikut andil dan berpartisipasi dalam urusan politik di setiap tingkatan, personal dan lembaga formal, maka ruang perubahan perbaikan dan pembangunan umat, daerah, bangsa dan negara, akan diisi oleh orang-orang yang berkelakuan tidak baik atau buruk,” tuturnya.
Sederhananya, jika pandangan kebenaran umat yang berkembang sudah banyak dan hanya dilihat sebatas kegiatan kultural dan berlaku bagi orang-orang di dalamnya saja, maka klaim kebenaran itu salah..?!.
“Di luar sana, distribusi umat dan pemimpin serta pendewasaan yang dilakukan, telah melebihi kapasitas dan mampu memberikan dinamika penempatan hidup yang mandiri sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Kita membutuhkan legalisasi agar kepentingan umat dapat dinikmati dan dirasakan secara langsung melalui perwakilan politik,” imbuh Dempo.
Harus juga belajar bahwa klaim kebenaran sepihak, hanya akan menghasilkan tipologi jumud dan kebusukan cara pandang atas nama politik dari individu sampai partai yang dinaunginya. Bahkan akan akut kerusakannya hanya karena berpihak pada ketokohan sosial atau spiritual yang darinya hanya memikirkan kebesaran diri sendiri atau nasab yang tidak berarti. Apalagi berpihak pada perut dan hasut kepentingan pribadi kelompok dan golongan yang “katanya” memikirkan pemerataan dan kebesaran umat.
“Kita harus sadar bahwa pemerintah melalui UUD 1945 yang diatur dalam pasal 22E ayat 2, 3 dan 4 telah memberikan ruang perhelatan yang sah (legal) dan formal untuk setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama dan berhak berpartisipasi dalam hal pembangunan politik yang langsung, umum, jujur, adil, bebas dan rahasia. Sedangkan asas umumnya, partisipasi politik masyarakat, dilaksanakan tanpa dikenai diskriminasi berdasarkan suku, agama, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial,” ujarnya.
Dalam pandang Islam, agama itu sendiri disebut Qaulan Tsaqilan (Qs. 35:5), yang menuntut keterlibatan pribadi muslim secara penuh dengan memahami secara utuh dan benar terhadap Allah dalam melakukan apapun tentang kebaikan dan perbaikan hidupnya. Kebutuhan ini hadir karena memang manusia itu wajib memperbarui tuntutan akal pikirnya dan kegelisahan hatinya dalam menghadapi situasional kehidupan dan perilaku yang tidak taat aturan yang polarisasinya melewati ambang batas dan meruntuhkan batas bias.
Islam yang dilengkapi dengan wahyu sucinya, merupakan pergerakan nyata dari pergulatan keimanan dan kepentingan hidup serta mencakup seluruh umat manusia dan alam semesta. Untuk itu, wahyu yang telah diberikan kepada umat melalui utusannya, harus dimanifestasikan dan diungkapkan sebagai bentuk pencerahan yang menyehatkan. Inilah bukti bahwa pencerahan dan pencerdasan merupakan sebuah penegasan yang hakiki agar dapat melakukan proses perubahan terutama dalam hal politik yang akan menentukan terpilihnya seorang pemimpin dan perwakilan bagi masa depan daerah dan kesejahteraan bangsanya.
Pada keutamaannya, politik itu sendiri akan memberikan pendidikan sekaligus penyaringan tentang keterwakilan umat dalam memiliki pemimpin yang demokratis dan keterwakilan yang mendorong serta menumbuhkan kebaikan dalam bekerja untuk rakyat sebaik mungkin. Memperlakukan seluruh rakyat dari berbagai etnis dan keyakinan dengan sangat interaktif dan bersama-sama membangun keadilan sosial yang merata.
Karenanya, seluruh umat terutama orang beriman yang memiliki keberpihakan terhadap kemajuan dan peradaban maju untuk daerah, Indonesia dan dunia, harus mengambil peran strategis dan maju menjadi pelaku dalam memberikan kemampuan terbaik bagi negeri dan bumi pertiwi. Tidak memandang sebelah mata dan alergi terhadap politik dan seluruh proses yang ada di dalamnya. Karena itu akan menyempitkan cara pandang dan perhatian yang tidak manusiawi serta akan mengecilkan elan vital penciptaan Tuhan dan melawan peraturan baku dan berkelanjutan dari undang-undang di negeri ini. Sedangkan Indonesia dan alam Tuhan ini, terlalu besar apabila tidak diurus dan diisi oleh mereka-mereka yang beriman dan mengerti tentang kemanusiaan, yang memiliki nilai hidup yang lebih baik dan mampu memberikan makna positif untuk orang banyak.
“Politik sebagai sarana kepentingan umat, haruslah mendapatkan tempat yang layak beserta orang-orang yang berdedikasi dan mampu memberikan karya dan kerja terbaik bagi seluruh umat manusia. Mengutip pandangan Mar-Thin, seorang Konsultan Ilmu Tasawuf dalam bukunya Cahaya Hati di Bumi Pertiwi h. 34, beliau berkata, “Gelapmu akan datang jika terangmu tak kau hiraukan. Mendiamkan atau membiarkan cahaya itu berlalu tanpa dasar dan arah tujuan adalah kesalahan.
Sisakanlah banyak waktu untuk berbagi terhadap indahnya negeri. Jangan hanya memperhatikan dan tenggelam dalam keheningan dan kehampaan. Bangkitlah untuk berbuat di atas bernaungnya beragam kehidupan dan harapan masa depan,” lanjut Dempo.
Politik dan kepentingan umat bukanlah permainan atau tempat persinggahan atau juga perebutan kursi kekuasaan. Semua ini telah ada dan terbagi dalam aturan hidup yang menetapkannya. Tujuannya hanya karena besarnya keinginan untuk berbenah dan menata setiap kebesaran jiwa. Kesadaran akan kepentingan politik secara bersama atas nama umat adalah melaksanakan perintah-Nya, yang berarti melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi seluruh makhluk-Nya, pungkasnya.