Jakarta – Beberapa waktu yang lalu, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi ditangkap karena terjerat korupsi. Hal ini menambah daftar panjang anggota BPK yang terjerat korupsi. Terbaru, ruang kerja Anggota BPK Pius Lustrilanang disegel oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat ini KPK sedang menunggu kedatangannya dari luar negeri untuk dilakukan pemeriksaan.
Fenomena yang terjadi beberapa bulan terakhir soal korupsi, menjadi perhatian oleh masyarakat. Akademisi Akuntansi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Muhammad Aras Prabowo menyampaikan keprihatinannya. “Keterlibatan anggota BPK dalam korupsi BTS Kominfo menambah distrust masyarakat soal pencegahan korupsi di Indonesia” jelas Aras.
Ironis, BPK sebagai lembaga independen dalam pemeriksaan keuangan Negara turut serta dalam permufakatan jahat yang merugikan keuangan negara. “Citra independen untuk BPK runtuh dalam hal integritas” tegas Aras.
Menurut berita yang beredar bahwa masih ada anggota BPK yang terlibat dalam kasus BTS tersebut. “Perilaku anggota BPK ini tidak mencerminkan integritas, bagaimana akan mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara?” ungkap Aras.
Menurut Aras yang juga Direktur Lembaga Profesi Ekonomi dan Keuangan (LPEK) PB PMII, ada dugaan kuat dari masyarakat terhadap BPK. Independensi sejumlah Anggota BPK sudah tergadaikan sebelum menjadi anggota BPK. Beberapa dari mereka diduga memiliki afiliasi dengan kelompok tertentu, salah satunya partai politik.
“Jangan berharap independensi dan integritas BPK bisa tegak jika anggotanya memiliki hubungan istimewa dengan partai politik. Dalam profesi akuntan, perilaku tersebut telah melanggar kode etik profesi” jelas Aktivis PMII. 23/12/23.
Lanjut Aras, “Hubungan istimewa anggota BPK akan memupuk korupsi di Indonesia. Selain itu, diperparah oleh Ketua KPK non aktif yang menjadi tersangka kasus suap. Padahal kedua institusi ini harapan untuk pencegahan korupsi untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara”.
Mekanisme pemilihan anggota BPK maupun KPK memang menjadi persoalan pelik dan lingkaran setan. Mengapa? Para calon yang ingin menjadi anggota BPK maupun KPK harus memiliki koneksi dengan partai politik, seperti itu persepsi masyarakat. Bahkan, beberapa dari mereka yang sudah jadi, ditengarai memiliki hubungan langsung atau calon anggota legislatif yang tidak jadi dari partai tertentu. Persepsi tersebut juga berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Kelau benar adanya persepsi masyarakat tersebut. Maka hubungan istimewa anggota BPK dengan pengelola anggaran sulit terhindari. Karena hampir seluruh pimpinan instansi berasal dari dari partai politik.
“Maka dari itu, anggota BPK tidak akan bisa berintegritas dalam menjalankan tugas. Apalagi akan mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara. Kecuali mereka dipilih dari orang-orang yang tidak memiliki beban politik dan afiliasi partai”, tutup Aras.