Jakarta – Adanya pemisahan urusan negara dan urusan agama tidak otomatis menjadikan negara itu negara sekuler. Sebaliknya, keterlibatan negara di dalam mengurus agama tidak otomatis pula menjadikan negara itu sebagai negara agama, terang Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A dalam bukunya yang berjudul Moderasi Beragama dan Tantangan Masa Depan Umat.
“NKRI menempatkan substansi dan kristalisasi nilai-nilai agama di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara amat penting, sebagaimana tercantum di dalam sila pertama Pancasila dan di dalam alinea-alinea Pembukaan UUD 1945”, ungkap Prof. Nas sapaan Imam Besar Masjid Istiqlal.
Menurut Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A sikap mesti ditunjukkan sebagai bentuk ketaatan pada Allah dan kesetiaan pada bangsa. Buku ini menghadirkan berbagai isu terkait cara pandang tawassutiyah (moderasi) dalam bersikap dan menjalankan ketaatan pada Allah dan rasul-Nya, dan di saat yang sama mampu menunjukkan kesetiaan dan komitmen kebangsaan yang kuat dan mengakar. Karenanya buku ini menawarkan pembahasan tentang moderasi beragama, membangun sikap toleran dan upaya-upaya meredam konflik yang telah atau potensial muncul dalam masyarakat.
Dalam kegiatan syukuran Milad ke-65 launching dan bedah buku Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M.A mengusung tema “Merayakan Soliditas Kemanusiaan dan Kebangsaan”.
Kegiatan dilaksanakan 23 Juni 2024 di Hotel Borobudur dan YouTube Nasaruddin Umar Office, 19:00 WIB-Selesai. Rangkaian kegiatan yaitu Syukuran Milad 65 Tahun; Launching Buku; Bedah Buku.
Tiga buku yang dilaunching adalah Fikih Ekonomi Kontemporer Sumber Rezeki Halal, Nasionalisme Indonesia dan Moderasi Beragama dan Tantangan Masa Depan Umat.
Narasumber bedah buku yaitu Prof. Dr. Irfan Idris, M.A (Direktur Pencegahan BNPT RI); Prof. Dr. Ir. K.H. Mohammad Nuh, DEA (Komisaris Utama Bank Mega Syariah); Romo Agustinus Heri Wibowo (Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan antara Agama dan Kepercayaan KWI).
Romo Agustinus Heri Wibowo Tokoh Kristiani Indonesia menyampaikan apresiasi mendalam dalam momen Milad Prof. Nas. Menurutnya Prof. Nas adalah Tokoh semua agama. “Saya sering kali berdiskusi dengan Prof. Nas berbagai hal, mulia soal ke-agama-an hinga Ke-indonesia-an. Kerena sikap moderat dan nasionalisme Prof. Nas, terkadang saya lupa, kalau kami beda keyakinan” ungkap Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia.
Menurut Romo Heri bahwa nasionalisme Nasaruddin Umar bukan hanya pada dataran pemikiran. Akan tetapi, satu kesatuan dan terimplementasikan dalan perilaku keseharian Imam Besar Masjid Istiqlal. Prof. Nas adalah Ke-indonesia-an yang paripurna, ungkap Romo Heri.
“Beragama berarti menginternalisasikan nilai-nilai ajaran agama di dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi, bersama keluarga, maupun sesama anggota masyarakat, tanpa membedakan etnik , kewarganegaraan , agama , dan kepercayaan”, terang Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A Rektor Universitas PTIQ.
“Perbedaan bukan alasan untuk merusak kedamaian. Sebaliknya, perbedaan dan pluralitas dalam kehidupan bermasyarakat diharapkan bisa menawarkan keindahan”, tegas Ulama asal Bone, Sulawesi Selatan.
Agama dan ke-Indonesia-an sama-sama memberikan nuansa kedamaian. Jika antara Agama dan ke-Indonesia-an berhadap-hadapan, apalagi berkonflik satu sama lain maka tentu sangat disayangkan, tutup Nasaruddin Umar.
Tokoh nasional yang pada syukuran Milad ke-65 launching dan bedah buku Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A yaitu Wakil Presiden RI Ke-10 dan Ke-12 Jusuf Kalla; Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas; Ketua Dewan Perwakilan Daerah Periode 2017-2019 Oesman Sapta Odang Dt. Bandaro Sutan Nan Kayo; Menteri Pendidikan Nasional Periode 2009 – 2014 Mohammad Nuh; Menteri Agama Periode 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin; Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono; serta segenap para tamu undangan.