Oleh: Ikhlasul Fajri, ASN BPS Kabupaten Lebong
Jika kita bertanya pada anak sekolah mengenai cita-cita mereka, maka akan kita jumpai jawaban yang beraneka ragam, seperti bercita-cita menjadi dokter, polisi, tentara, dan bidang pekerjaan lainnya. Namun, sadarkah kita bahwa sangat sedikit bahkan mungkin tidak satupun dari mereka bermimpi untuk menjadi petani?.
Saat ini, dunia teknologi sedang menjadi primadona bagi para pencari kerja khususnya generasi muda. Nilai pendapatan yang cenderung besar yang dijanjikan pada profesi ini membuat generasi muda berlomba untuk menekuni bidang ini dan membuat mereka tidak berminat menjadi petani. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya aging farmer. Aging farmer didefinisikan sebagai penuaan petani, dimana tenaga kerja sektor pertanian di dominasi oleh masyarakat berusia 40-60 tahun. Presiden Joko Widodo mengemukakan, 71% petani Indonesia saat ini berusia 45 tahun ke atas, sementara yang di bawah umur 45 tahun hanya 29%. beliau menambahkan bahwa saat ini Pemerintah bertekad menjadikan sektor pertanian menjadi sektor menguntungkan. Beliau ingin profesi petani menjadi sebuah profesi yang menjanjikan dan bisa mensejahterakan, serta mampu menarik minat generasi muda untuk terjun pada profesi ini.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengkonfirmasi bahwa terjadinya penurunan minat untuk menjadi petani, dimana data BPS menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah pekerja di sektor pertanian, yaitu dari 38,22 juta jiwa pada tahun 2020 menjadi 37,12 juta jiwa pada tahun 2021, padahal secara total terjadi peningkatan jumlah pekerja sekitar 2,6 juta jiwa pada tahun 2021. Jika dilihat dari komposisis menurut pendidikan, maka akan kita dapati bahwa 81,85 persen pekerja disektor pertanian adalah mereka yang hanya tamat SMP ke bawah. Hal ini cukup untuk menunjukkan bahwa mereka yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung enggan untuk bekerja pada sektor pertanian.
Djono Albar Burhan, seorang petani milenial, mengatakan bahwa alasan anak muda enggan menjadi petani karena mereka gengsi. Pria berusia 27 tahun mengungkapkan bahwa anak muda saat ini masih menganggap bekerja sebagai petani berarti harus seharian di sawah sambil kena panas matahari, beda dengan bekerja di kantoran.”Padahal anak muda yang mau jadi petani saat ini tidak harus selalu bekerja seperti orang tua kita dulu. Sekarang ada teknologi, bisa kembangkan itu termasuk pengelolaan keuangannya. Menjadi petani yang naik kelas,”. Selain itu, alasan lain seorang pemuda enggan menjadi petani adalah anggapan bahwa menjadi petani harus memiliki lahan yang luas untuk bertani, sedangkan lahan diperkotaan biasanya digunakan untuk membangun perumahan atau industri. Sehingga memilih menjadi petani berarti harus tinggal di perdesaan. Alasan lain yang juga menyebabkan anak muda enggan menjadi petani adalah, pola pikir generasi muda yang bermindset ”tanpa bukti, tidak dapat dipercaya”. Sedikitnya data dan bukti yang menunjukkan profesi petani dapat membawa mereka menuju kesuksesan menjadi penghalang untuk mengajak generasi muda agar berminat pada profesi ini.
Padahal nyatanya tidak demikian, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, membuat pertanian saat ini tidak harus dilakukan dilahan yang luas. Pertanian dapat dilakukan dikawasan taman rumah bahkan diatap rumah dengan menggunakan media tanam tertentu seperti pipa paralon, bambu, dan media lainnya, pertanian jenis ini dikenal dengan urban farming. Urban farming merupakan solusi untuk petani diperkotaan dimana lahan pertanian sudah banyak yang beralih fungsi menjadi perumahan atau industri. Untuk memberikan bukti bahwa menjadi petani milenial dapat memberikan penghasilan yang mencukupi pemerintah dapat memanfaatkan Sensus Pertanian 2023 (ST2023).
ST2023 merupakan kegiatan BPS yang bertujuan untuk menyediakan data struktur pertanian dan menyediakan data yang dapat digunakan sebagai tolok ukur statistik pertanian. ST2023 mencangkup usaha urban farming, dengan adanya data urban farming, harapannya dapat memberikan bukti bahwa profesi petani dapat dilakukan di wilayah perkotaan dan dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk generasi muda. Penyebarluasan informasi mengenai urban farming dapat menjadi titik balik untuk menggait perhatian generasi muda untuk menjadi petani milenial. Oleh karena itu, setiap warga negara indonesia hendaknya ikut andil dalam menyukseskan kegiatan ST 2023 dengan cara menerima kedatangan petugas sensus dan menjawab pertanyaan dengan jujur dan benar.