Presiden Soekarno pernah mengutip pernyataan yang melegenda dari Presiden Amerika Jhon F. Kennedy yang menyatakan dengan tegas bahwa, “Ask not what your country can do for you, but asking what you can do for your country.
“Jangan bertanya tentang apa yang negara berikan kepadamu, akan tetapi bertanyalah tentang apa yang dapat kamu persembahkan untuk negara.”
Pernyataan ini sangat penting untuk di kaji kembali sebagai sebuah statement politik berkelas tinggi dalam usaha bersama-sama dan terus menerus memperbaiki masyarakat dan negeri ini dari segala sisi dan dari perbuatan bersama yang betul-betul terpatri untuk mencintai dan membangun kemajuan bumi pertiwi.
Untuk mewujudkan apa yang dapat diberikan kepada negara, maka diperlukan sumber kekuatan dan kebersamaan politik setiap warga negara yang nantinya akan menjadikan negara terhormat dan dihargai oleh negara lain.
Tak dapat di sangkal bahwa proses politik menjadi keharusan yang wajib di jalankan oleh setiap warga negara. Tanpa proses politik, pembangunan utuh sebuah negara tidak akan terwujud dan secara nasional kekuatan sebuah negara akan menjadi lumpuh.
Setiap negara, memiliki proses dan iklim politik yang berbeda karena harus sesuai dengan kebutuhan negara itu masing-masing.
Di Indonesia, proses politik dilakukan dengan cara-cara demokratis. Yakni melakukan keterlibatan langsung masyarakat dalam memilih wakil atau pemimpinnya.
Seperti halnya, pemilihan calon Presiden dan Wakil Presiden, Kepala Daerah baik Propinsi ataupun Kabupaten/Kota. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), anggota legislatif DPR-RI, anggota DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota yang berasal dari sistem kepartaian atau perseorangan merupakan tuntutan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disahkan menurut keputusan hukum di parlemen yang mewakili seluruh rakyat Indonesia. Dan dalam waktu dekat Indonesia akan menyelenggarakan Pemilu pada bulan Februari tahun 2024.
Semua ini, merupakan proses akurasi hukum dan pengabdian negara terhadap rakyatnya dan menjadi solusi berdaya dari adanya keterwakilan rakyat dalam menjalankan amanah undang-undang serta melibatkan tuntutan nuraninya terhadap kesejahteraan seluruh masyarakat, bangsa dan negara.
Menjelang pemilu tahun 2024, tentunya, sudah terjadi kegelisahan banyak pihak terutama masyarakat terhadap calon legislatif yang akan dipilih nantinya. Belum lagi mekanisme serta bagaimana monuver politik calon tersebut memainkan strategi pemenangannya terhadap rakyat yang menjadi konstituennya.
Semua itu, merupakan warna warni dinamika politik yang menuntut tindakan partisipatoris. Karena keterlibatannya wajib mewakili keseluruhan kepentingan rakyat tempat di mana dia akan menjadi anggota yang mewakili rakyat dengan segala kebutuhan melalui parlemen nantinya.
Tindakan ini, oleh calon legislatif, haruslah diprakarsai dengan niat yang tulus dalam membangun kebutuhan masyarakat dan daerah. Menjauhkan diri dari sikap dan perbuatan ketokohan calon legislatif yang disinyalir belum melakukan upaya berdayanya terhadap masyarakat serta belum bersatu sepenuhnya membangun semangat membangun kebersamaan untuk kemajuan daerah, bangsa dan negara.
Keadaan dimana belum bersatunya atau belum terkoneksinya pelaku politik di Indonesia dalam mensukseskan pemilu, pernah terjadi sebelumnya.
Contoh kasus adalah, demontrasi tentang penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden yang terjadi pada bulan April 2022 yang lalu, adalah salah satu contoh kurangnya membangun kesepahaman antar sesama pelaku politik dan kurangnya perlakuan sosialisasi informasi dan pengetahuan politik bagi masyarakat sehingga tidak terjadinya akumulasi pengetahuan yang cukup terhadap masyarakat.
Disini, masyarakat menjadi kurang mengkonsumsi berita dan terjadi keresahan. Menghasilkan pandangan miring terhadap pemerintah terutama para pelaku politik. Lebih jauh menghasilkan pandangan publik yang tidak percaya terhadap kekuasaan, hanya karena akses informasi yang tidak dapat diserap secara luas.
Untuk tidak terulangnya kembali kejadian serupa, serta untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sistem politik di negara ini, agar pesta demokrasi dapat berjalan dengan baik, melalui Rapat Terbatas di Istana Bogor pada hari minggu 10-04-2022, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemilu serentak tidak ada penundaan dan akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 dan Pilkada akan dilaksanakan pada November 2024.
Karenanya kata presiden, tidak ada lagi isu dan spekulasi yang muncul dan beredar di masyarakat bahwa pemerintah tengah berupaya melakukan penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan presiden untuk tiga periode. Bahkan presiden telah meminta jajarannya terutama Menko Polhukam, untuk berkomunikasi secara intens dengan DPR RI dan KPU sehingga perencanaannya bisa didetailkan. (Sumber: Kontras Time, April 11, 2022).
Pernyataan presiden tersebut, telah sesuai dengan ketentuan pasal 167 ayat (6) UU Nomor 7 Tahun 2017 yang menyebutkan bahwa tahapan penyelenggaraan pemilu dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara.
Atas dasar pernyataan langsung dari presiden, keadaan perlahan mulai membaik dan rasa simpati masyarakat mulai tumbuh terhadap iklim politik dan mulai tidak terpengaruh oleh kepentingan aktor-aktor politik yang tidak mendidik dan tidak bermanfaat.
Pemerintah secara kenegaraan telah melaksanakan fungsinya sebagai pengemban tugas pembangunan dan stabilitas politik bangsa melalui mekanisme undang-undang yang berlaku dengan terbentuknya kewenangan lembaga penyelenggara KPU dan Bawaslu di semua tingkatan yakni Pusat, Propinsi, Kota, Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan/Desa, Dusun dan RT/RW. Partai Politik yang sah secara legal formal menjadi peserta dan seluruh masyarakat yang mempunyai hak penuh secara politik.
Sebagai anak bangsa, yang akan terjun ke dunia politik legislatif atau kepala daerah, perlu melakukan penawaran yang berani untuk melakukan pemberdayaan politik terhadap masyarakat guna merespon masih banyaknya kekurangan pengetahuan terhadap regulasi, tahapan dan prosesi tentang pemilu terutama tentang tokoh-tokoh legislator yang akan maju menduduki kursi Parlemen.
Karena itu pemberdayaan politik masyarakat untuk sosialisasi dan bagaimana penyelenggaraan harus di berlakukan di bidang politik perlu dilakukan banyak pihak, tidak tergantung pada pemerintah saja dan yang paling krusial adalah calon legislator yang benar-benar akan mencerdaskan rakyat untuk tujuan mulia keterwakilannya.
Para calon legislator dapat melakukan hal ini minimal terhadap beberapa golongan. Pertama, golongan pemuda melalui organisasi kepemudaannya, setelah diberikan pengarahan dan pembelajaran oleh calon legislator dapat membentuk akses kegiatan dalam pelatihan, edukasi, dialog dan tuntunan kreatif. Seperti media online atau membuat karya dan inovasi terbuka (konten, vidio singkat, caption dll) mengenai pentingnya partisipasi politik untuk kemajuan daerah dan bangsa.
Kedua, calon legislator dapat melibatkan para akademisi dengan melakukan kerjasama secara kelembagaan terhadap pemerintah dan penyelenggaraan mengenai akurasi tingkat partisipasi dan wawasan utama politik masyarakat untuk tersentuhnya giat dan geliat politik yang akan atau sedang terjadi, baik untuk sekarang maupun yang akan datang. Adapun bentuk formalnya dapat berupa Seminar, Simposium atau Penelitian lapangan secara langsung.
Ketiga, Tokoh Masyarakat, dapat meminta pemerintah setempat langsung memberikan kemudahan tentang pentingnya keterlibatan masyarakat dalam memberdayakan dirinya sebagai pemilik suara penuh untuk tidak dipermainkan oleh pelaku politik, dengan cara urun rembuk dalam berbagai bentuk dari tingkat RT, RW, Kelurahan/Desa sampai Kecamatan, Kabupaten dan Propinsi dengan dikeluarkannya banyak informasi tentang pentingnya aktifitas politik dan kemajuan demokrasi.
Keempat, meminta dengan khidmat para Tokoh Agama agar dapat melakukan koordinasi dakwah secara menyeluruh, bergandengan tangan bersama pemerintah dan aparat penegak hukum tentang hakikat dan spiritualitas kebangsaan dalam demokrasi untuk kepentingan kesatuan politik bangsa agar tidak terpecah dalam nuansa agama yang berbeda atau lebih jauh menimbulkan konflik SARA hanya karena kepentingan politik yang berbeda.
Tidak hanya sampai disitu, calon legislator juga harus melakukan upaya pemberdayaan politik dengan melibatkan pelaku dalam lembaga advokasi masyarakat seperti; LSM, Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIP), Lembaga-lembaga Penelitian, Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (LP3M), JPPR, Perludem, Netfik, Komunitas Anti Korupsi bahkan Sayap dan Banom Partai, harus pula dilibatkan untuk melakukan akurasi pemberdayaan tersebut.
Dengan kehadiran banyak pihak dalam melakukan edukasi dan pemberdayaan politik secara luas, maka pergerakan politik baik bagi pelaku (politisi) atau masyarakat akan lebih mudah terkontrol, tersusun dan terkondisikan serta lebih tersampaikan untuk menjabarkan makna dan nilai-nilai politik yang berlaku. Terutama oleh masyarakat, dapat menjadi modal pencerdasan dalam menghadapi gejolak dan gelombang politik berikutnya yang terus berkembang dalam pesta demokrasi, baik itu menjelang pemilu atau sesudah pemilu. (DX-02)
Penulis adalah : Ketua Komisi I DPRD Propinsi Bengkulu