Jakarta – Maraknya praktik-praktik korupsi oleh akuntan publik membuat profesi itu memiliki tantangan berat di masa depan. Apalagi, dunia makin digital, sehingga praktik kecurangan dalam penyusunan laporan keuangan terbuka lebar.
“Karena itu, penting bagi akuntan publik berintegritas. Laporan keuangan tanpa integritas, tak ada artinya,” kata Ketua Dewan Pengawas Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang juga Wakil Menteri Keuangan Periode 2014-2019, Prof Dr Mardiasmo di kampus Universitas Terbuka (UT), Jakarta, Rabu (26/7/23).
Pernyataan itu disampaikan Prof Mardiasmo sebagai pembicara utama dalam Rapat Kerja Tahunan Forum Dosen Akuntansi Publik (FDAP) 2023, yang berlangsung selama 3 hari di kampus UT.
Dalam rapat kerja yang dibuka Rektor UT, Prof Ojat Darojat itu menghadirkan pembicara utama lain, yaitu Wakil Ketua Badan Pengawas Keuangan (BPK), Dr Agus Joko Pramono dan Wakil Ketua Komisi 1 DPR, Abdul Kharis Almasyhari.
Prof Mardiasmo mengingatkan para lulusan akuntansi publik untuk mencari perusahaan yang benar-benar memiliki budaya integritas. Jika tidak, perusahaan semacam itu banyak kamuflase, yang mendorong pegawainya melakukan kecurangan.
“Ini tugas Forum Dosen Akuntansi Publik (FDAP) untuk mendorong para lulusan akuntansi publik agar mengedepankan integritas, tak sekadar memiliki kompetensi dalam menyusun laporan keuangan,” ucap Mardiasmo menegaskan.
Terkait hal itu, Ketua FDAP yang juga Wakil Rektor UT, Prof Dr Ali Muktiyanto mengatakan, mahasiswa program studi (prodi) akuntansi publik selain dibekali ilmu dalam penyusunan laporan keuangan, juga tiga hal lain yaitu integritas, akuntabilitas dan kesejahteraan masyarakat.
“Ini pekerjaan rumah bagi FDAP, mengubah paradigma akuntansi tak sekadar menyusun laporan keuangan, tetapi juga harus memiliki integritas, akuntabilitas dan memberi kesejahteraan masyarakat. Sehingga akuntan publik bisa menjadi profesi yang membanggakan,” ujarnya.
Upaya yang dilakukan FDAP, Prof Ali Muktiyanto menambahkan, pihaknya terus memperbarui kurikulum dengan mengundang pakar, praktisi, dan kalangan akademisi. Pembaruan dilakukan setiap 5 tahun sekali.
“Pembaruan kurikulum setiap 5 tahun sekali penting, agar ilmu akuntasi publik tidak tertinggal dari apa yang terjadi di dunia luar,” katanya.
Soal praktik korupsi yang dilakukam akuntan publik, Prof Ali Muktiyanto menilai hal itu merupakan persoalan klasik yang terjadi di seluruh dunia, tak hanya di Indonesia.
“Untuk itu, kita harus melakukan quantum leap agar tindakan tercela itu tidak terjadi di masa depan, dengan memanfaatkan teknologi. Jejak digital bisa menjadi bukti atas tindakan manipulatif tersebut,” ujarnya.
Prof Ali Muktiyanto juga ingin meluruskan kesalahfahaman masyarakat tentang akuntasi publik. Ilmu tersebut tidak sama dengan akuntansi pemerintahan. Bidang kerjanya lebih luas.
“Profesi akuntan publik masih prospektif di masa depan. Karena publik yang dimaksud adalah sektor,” katanya.
Tentang Rapat Kerja Tahunan FDAP, Prof Ali Muktiyanto mengatakan, hal itu mencakup seminar dan workshop. Salah satunya bertema ‘Kurikulum dan Digitalisasi Pembelajaran Akuntansi Publik’.
Selain itu ada ‘Call for Paper’ bertema ‘Keberlanjutan Akuntansi Publik: Inovasi, Tantangan dan Peluang di Era Digitalisasi Good Governance’.