Kawalnews.com – Sekda Provinsi Bengkulu Nopian Andusti mengungkapkan soal Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) ASN yang tersandung kasus Korupsi. Dimana hal itu dirasakan sangat memberatkan kepala daerah termasuk dirinya untuk menandatangani SK pemberhentian tersebut.
“Ini bentuk kepedulian kami kepada negara ini, kami konsisten, walaupun airmata kami menetes. Saya yang memaraf SK itu dan Gubernur meneteskan air mata saat meneken SK tersebut. Tapi tahukan teman-teman dipusat apa yang kami rasakan, nggak tahu. Hanya teken surat, kalau tidak diberhentikan maka kepala daerah beserta pejabat yang berwenang akan diberikan sanksi,” ungkap Sekda Nopian dengan mata berkaca-kaca, saat membuka secara resmi Aksi Nyata Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) Anggota KORPRI Tahun 2019 Provinsi Bengkulu, di Grage Hotel Horizon Bengkulu, Kamis (27/06/2019).
Sekda Nopian Andusti sebagai pejabat tertinggi di ASN merasa menyesali terlanjur memberhentikan para ASN yang tersandung kasus korupsi di jajaran Pemda Provinsi Bengkulu.
Karena menurutnya, hingga saat ini ternyata masih ada Provinsi lain yang tidak memberhentikan para ASN hingga lewat batas waktu yang ditentukan, namun pejabat berwenang tersebut tak kunjung diberikan sanksi.
“Ada apa dengan republik ini ??,” sesal Sekda Nopian Andusti, dihadapan pejabat BKN pusat serta pengurus KORPRI Nasional yang hadir dalam acara tersebut.
Dirinya berharap kepada perwakilan BKN Pusat untuk menyampaikan apa yang menjadi kegusaran pemerintah daerah terhadap permasalahan tersebut.
“Dampaknya apa yang terjadi, kepercayaan daerah ke pusat akan berkurang, mana sanksinya ? nggak ada,” tegasnya.
Diungkapkannya lebih jauh, untuk menunjukan begitu patuhnya, dispilinnya pejabat di Pemerintah Provinsi Bengkulu hingga dirasakannya melakukan tindakan yang salah.
Nopian mencontohkan adanya keraguan akan hasil keputusan pengadilan, dimana, jelas Nopian, seperti kasus penipuan dalam penggelapan jabatan, penipuan dalam jabatan ternyata itu pidana umum.
“Kami serahkan ke BKN pusat, karena kami bingung pada keputusan pengadilan yang sudah Incrah tersebut. Akhirnya diblokirlah NIP yang bersangkutan, sehingga terpaksa kami berhentikan,” ungkapnya.
Rasa sesal atas tindakan pemberhentian itu kembali timbul, saat pihaknya mendapat jawaban dari pengadilan bahwa hal itu adalah pidana umum. Atas tindakan tersebut, ujar Nopian, pemerintah dianggap menzholimi masyarakat.
“Kami dikatakan masyarakat, kami zholim. padahal kami terpaksa karena tekanan pusat yang tidak konsisten pada instruksinya sendiri,” tegas Nopian.
Diceritakan Nopian, dalam kasus PDTH ASN korupsi ini, ada yang telah berhasil dalam mengajukan banding di PTUN, yaitu di Provinsi NTT dan saat ini sedang proses pengajuan pengaktifan kembali sebelas orang sebagai ASN ke BKN pusat.
“Nah ini sudah diuji dilembaga peradilan, berarti pemberhentian tersebut keliru menurut pengadilan karena hal tersebut terbukti di pengadilan” tegasnya.
Untuk itu dirinya meminta dan berharap kepada Sekda dan Korpri se- Provinsi Bengkulu, dengan kemenangan di PTUN itu dapat menjadi lecutan dan momentum bagi KORPRI untuk berbuat lebih baik bagi rekan-rekan ASN di Provinsi Bengkulu yang sudah terlanjur di PDTH-kan.
“Bukan kita tidak patuh pada hukum, justru patuh pada hukum ini sehingga kita salah, seharusnya tidak kena menjadi kena, seharusnya pidana umum kok masuk juga kesini. Begitu takutnya kita dengan undang-undang pemerintah ini dan instruksi dari pusat, tapi nyatanya di Provinsi Papua belum juga melaksanakan perintah tersebut,” ujarnya.