Kawalnews.com – Akhir-akhir ini Bengkulu diramaikan oleh isu panas: opsen pajak kendaraan yang tiba-tiba melonjak. Tak sedikit warga yang terkejut saat mengetahui nominal yang harus dibayarkan naik drastis. Opsen adalah pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu.
Kasrul Pardede selaku Sekretaris Pemuda Muhammadiyah Bengkulu berpendapat bahwa ada beberapa alasan mengapa rakyat menolak atau sulit menerima kebijakan opsen pajak kendaraan Bermotor (PKB):
1. Beban Tambahan di Tengah Kondisi Ekonomi Sulit.
Banyak masyarakat merasa sudah terbebani oleh biaya hidup. Penambahan pajak, meskipun kecil, terasa berat apalagi tidak dibarengi dengan peningkatan layanan.
2. Tidak Ada Peningkatan Pelayanan Publik yang Terlihat.
Rakyat bertanya: “Pajaknya naik, tapi jalan masih rusak, macet tetap, dan transportasi umum minim. Untuk apa saya bayar lebih?”
3. Minimnya Sosialisasi
Banyak masyarakat tidak tahu apa itu “opsen”. Tiba-tiba tagihan pajak naik tanpa penjelasan yang cukup. Ini menimbulkan kesan bahwa pemerintah “curi-curi” pendapatan rakyat.
4. Kurangnya Kepercayaan kepada Pemerintah Daerah.
Jika PAD (Pendapatan Asli Daerah) sebelumnya tidak dikelola transparan atau sering dikorupsi, maka menambah beban pajak dianggap tidak etis.
5. Bahasa Hukum Sulit Dipahami.
Istilah seperti “opsen” tidak familiar. Pemerintah sering lupa menerjemahkan kebijakan pajak ke dalam bahasa rakyat.
6. Kendaraan Pribadi Masih Jadi Kebutuhan Pokok.
Karena transportasi publik belum memadai, kendaraan pribadi adalah kebutuhan. Tambahan pajak pada kendaraan terasa seperti “hukuman”.
Kasrul pardede juga menambahkan bahwa dari 6 poin di atas maka sudah semestinya Gubernur Bengkulu mengambil langkah Konkrit dalam membatalkan kenaikan Pajak Tersebut. Karena Mengingat Slogan Gubernur Bengkulu yaitu Bantu Rakyat. Ini saatnya Helmi Hasan membuktikan bahwa beliau adalah sosok yang benar-benar Bantu Rakyat. Salah satu langkah yang bisa di ambil Gubernur Bengkulu adalah dengan mengeluarkannya SK Gubernur terkait Penetapan Keringanan PKB tersebut. Karena itu sah dan di atur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah nomor 35 Tahun 2023 tentang ketentuan umum pajak daerah dan retribusi daerah.
Lanjut Kasrul, juga menjelaskan bahwa dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah Daerah khususnya pasal 96 ayat (1) menyatakan kepala daerah dapat memberikan keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran atas pokok dan/atau sanksi pajak dan/atau Retribusi dengan memperhatikan kondisi wajib pajak atau wajib retribusi dan/atau objek pajak atau objek retribusi. Dan Pasal 96 ayat (2) menyatakan Pemberian keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dan/atau objek Pajak atau objek Retribusi. Dari kedua ayat tersebut sudah jelas bahwa Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur Bengkulu di berikan kewenangan untuk memberikan keringan kepada masyarakat dalam pembayaran pajak.
Jadi sebenarnya persoalan opsen pajak ini bisa selesai jika Gubernur Bengkulu memang benar-benar bantu rakyat, tinggalkan keluarkan saja itu SK Gubernur terkait penetapan keringanan PKB. . Tidak usah kita mencari kambing hitam, saling lempar argument bahwa ini adalah warisan kebijakan pemerintah lama. Tutup Kasrul.