Bengkulu, Kawalnews.com – 23 Mei 2025 Gempa bumi berkekuatan 6,3 Skala Richter yang mengguncang Bengkulu pada Jumat pagi meninggalkan duka dan kemarahan bagi warga Perumahan Raflesia Asri, Kelurahan Betungan. Puluhan rumah di kawasan tersebut mengalami kerusakan parah, bahkan sebagian besar roboh total. Warga yang terdampak menyuarakan kekecewaan mereka atas kualitas bangunan yang dinilai tidak memenuhi standar konstruksi yang semestinya.
Dugaan kuat muncul bahwa kerusakan masif ini bukan semata akibat guncangan gempa, melainkan karena lemahnya konstruksi bangunan yang tidak mengikuti spesifikasi teknis dan standar dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Berdasarkan penelusuran di lapangan, ditemukan bahwa adukan semen yang digunakan sudah mati dan tidak layak pakai. Lebih parahnya lagi, cincin pada tiang-tiang penyangga bangunan dipasang dengan jarak hingga 40 – 100 cm — jauh dari standar PU yang menetapkan maksimal 15 cm.
“Saya harus membangun ulang rumah dari nol. Ini sangat merugikan saya secara finansial,” ujar salah satu pemilik rumah yang memilih untuk tidak disebutkan namanya karena alasan pribadi, namun menuntut pihak pengembang bertanggung jawab.
Dampak gempa ini memicu kemarahan berbagai pihak, termasuk dari kalangan organisasi masyarakat. Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah LIRA Bengkulu, Aurego Jaya, dengan tegas mengecam tindakan pihak developer yang diduga membangun perumahan tanpa mengindahkan standar keamanan dan kelayakan struktur.
“Pihak pengembang tidak bisa lepas tangan. Ini bukan sekadar kerugian materi, tapi menyangkut keselamatan nyawa. Bangunan yang tidak sesuai spesifikasi PU adalah kelalaian fatal. Konsumen harus mendapat kompensasi penuh,” tegas Aurego dalam pernyataannya kepada awak media.
Aurego menambahkan, Dari temuan ini kami merasa terpanggil untuk membantu para korban untuk mendapatkan kompensasi dari pihak developer, dalam waktu dekat atas nama DPW LIRA kami akan membuat laporan ke Polda Bengkulu. Kata Aurego
Sementara itu, para penghuni kini harus mengungsi ke tempat yang lebih aman, beberapa di antaranya bahkan mendirikan tenda darurat. Banyak warga masih trauma, akibat bangunan roboh tiba-tiba.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak developer terkait tudingan tersebut. Namun tekanan dari masyarakat dan organisasi sipil terus menguat agar aparat penegak hukum dan pemerintah daerah segera melakukan audit teknis terhadap bangunan-bangunan di kawasan tersebut, sekaligus memproses hukum apabila terbukti ada pelanggaran dalam pembangunan.
Peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi industri perumahan di Bengkulu. Kasus Raflesia Asri membuka mata banyak pihak tentang pentingnya pengawasan ketat dalam pembangunan hunian, terutama di wilayah rawan gempa. (Adi)